5 Penguasa Terkejam di Dunia | Pemimpin
negara dipilih oleh rakyatnya sebagai pelindung dan penganyom kehidupan
bernegara. Namun saat berkuasa banyak pemimpin negara tersebut
melupakan tugas-tugasnya untuk melindungi rakyatnya. Banyak penguasa
yang karena ambisi pribadi menghalalkan berbagai cara untuk
melenggangkan kekuasaannya, sampai-sampai membantai rakyatnya sendiri.
1.Josef Stalin
Josif (Josef) Vissarionovich
Stalin , Iósif Vissariónovich Stálin), nama asli Ioseb Jughashvili, (21
Desember 1879 (tarikh Kalender Gregorian) – 5 Maret 1953) adalah
pemimpin Uni Soviet dan seorang diktator yang sangat kejam, dikenal juga
dengan sebutan Manusia Baja. Ia diperkirakan telah memerintahkan
pembunuhan sekitar 30 juta jiwa penduduk Rusia dan negara-negara
sekitarnya. Ia juga dikenal sebagai orang yang membenci agama. Tadinya
ia masuk seminari di Tbilisi, namun ia kemudian menjadi tak percaya lagi
pada Tuhan setelah membaca buku Asal-usul Spesies karya Charles Darwin.
Ia tampil sebagai pemimpin
partai komunis dalam negara Uni Republik Soviet Sosialis.Saingan utama
Stalin adalah Leon Trotsky, Leon berhasil diusir keluar dari Rusia
kemudian dibunuh. Menjelang tahun 1929 Stalin menjadi kepala negara. Ia
memperlakukan saingannya atau siapapun yang melawannya degan kejam
mereka semua dihukum mati sebagai mesuh negara Sovyet atau
menjebloskannya ke dalam kampkamp penjara. Dalam Perang Dunia II
(1939-1945) Rusia berperang dengan Inggris serta Amerika Serikat melawan
Jerman. Tetapi seusai perang Stalin ' memasang Tirai Besi' antara
sekutu Barat dan Rusia dan sebagian besar negara di Eropa Timur
dijadikan negara Komunis. Stalin berkuasa sampai akhir hayatnya pada
usia 73 tahun. Pada masa pemerintahannya ia tidak hanya mengawasi
seluruh negara Rusia, melainkan juga negara-negara di luar Rusia.
2. Mao Zedong
Mao Zedong (Shaoshan, Hunan, 26
Desember 1893 – Beijing, 9 September 1976), adalah nama seorang tokoh
filsuf dan pendiri negara Republik Rakyat Cina.
Mao dan Partainya
Partai
Mao didirikan pada tahun 1921 dan Mao semakin hari semakin vokal.
Antara tahun 1934 – 1935 ia memegang peran utama dan memimpin Tentara
Merah Cina menjalani “Mars Panjang”. Lalu semenjak tahun 1937 ia ikut
menolong memerangi Tentara Dai Nippon yang menduduki banyak wilayah
Cina. Akhirnya Perang Dunia II berakhir dan perang saudara berkobar
lagi. Dalam perang yang melawan kaum nasionalis ini, Mao menjadi
pemimpin kaum Merah dan akhirnya ia menangkan pada tahun 1949. Pada
tanggal 1 Oktober tahun 1949, Republik Rakyat Cina diproklamasikan dan
pemimpin Cina nasionalis; Chiang Kai Shek melarikan diri ke Taiwan.
Mao dan Kebijakan Politiknya
Mao
membedakan dua jenis konflik; konflik antagonis dan konflik
non-antagonis. Konflik antagonis menurutnya hanya bisa dipecahkan dengan
sebuah pertempuran saja sedangkan konflik non-antagonis bisa dipecahkan
dengan sebuah diskusi. Menurut Mao konflik antara para buruh dan
pekerja dengan kaum kapitalis adalah sebuah konflik antagonis sedangkan
konflik antara rakyat Cina dengan Partai adalah sebuah konflik
non-antagonis.
Pada tahun 1956 Mao
memperkenalkan sebuah kebijakan politik baru di mana kaum intelektual
boleh mengeluarkan pendapat mereka sebagai kompromis terhadap Partai
yang menekannya karena ingin menghindari penindasan kejam disertai
dengan motto: “Biarkan seratus bunga berkembang dan seratus pikiran yang
berbeda-beda bersaing.” Tetapi ironisnya kebijakan politik ini gagal:
kaum intelektual merasa tidak puas dan banyak mengeluarkan kritik. Mao
sendiri berpendapat bahwa ia telah dikhianati oleh mereka dan ia
membalas dendam. Sekitar 700.000 anggota kaum intelektual ditangkapinya
dan disuruh bekerja paksa di daerah pedesaan.
Mao percaya akan sebuah revolusi
yang kekal sifatnya. Ia juga percaya bahwa setiap revolusi pasti
menghasilkan kaum kontra-revolusioner. Oleh karena itu secara teratur ia
memberantas dan menangkapi apa yang ia anggap lawan-lawan politiknya
dan para pengkhianat atau kaum kontra-revolusioner. Peristiwa yang
paling dramatis dan mengenaskan hati ialah peristiwa Revolusi Kebudayaan
yang terjadi pada tahun 1966. Pada tahun 1960an para mahasiswa di
seluruh dunia memang pada senang-senangnya memberontak terhadap apa yang
mereka anggap The Establishment atau kaum yang memerintah. Begitu pula
di Cina. Bedanya di Cina mereka didukung oleh para dosen-dosen mereka
dan pembesar-pembesar Partai termasuk Mao sendiri.
Para mahasiswa dan dosen
mendirikan apa yang disebut Garda Merah, yaitu sebuah unit paramiliter.
Dibekali dengan Buku Merah Mao, mereka menyerang antek-antek kapitalisme
dan pengaruh-pengaruh Barat serta kaum kontra-revolusioner lainnya.
Sebagai contoh fanatisme mereka, mereka antara lain menolak berhenti di
jalan raya apabila lampu merah menyala karena mereka berpendapat bahwa
warna merah, yang merupakan simbol sosialisme tidak mungkin mengartikan
sesuatu yang berhenti. Maka para anggota Garda Merah ini pada tahun 1966
sangat membabi buta dalam memberantas kaum kontra revolusioner sehingga
negara Cina dalam keadaan amat genting dan hampir hancur; ekonominyapun
tak jalan. Akhirnya Mao terpaksa menurunkan Tentara Pembebasan Rakyat
untuk menanggulangi mereka dan membendung fanatisme mereka. Hasilnya
adalah perang saudara yang baru berakhir pada tahun 1968.
G30S PKI dan Keterlibatan Mao
Masa
Revolusi Kebudayaan Cina juga bertepatan dengan masa-masa pemberontakan
G-30-S PKI di Indonesia di mana beberapa kalangan di Indonesia menuduh
orang-orang dari Republik Rakyat Cina sebagai dalangnya. Mao
menyangkalnya dan hubungan antara Indonesia dan RRT yang sebelumnya
hangat menjadi sangat dingin sampai hubungan diplomatik dibuka kembali
pada tahun 1990, jauh setelah Mao meninggal dunia.
Kegagalan Mao
Pada
tahun 1958 Mao meluncurkan apa yang ia sebut Lompatan Jauh ke Depan di
mana daerah pedesaan direorganisasi secara total. Di mana-mana didirikan
perkumpulan-perkumpulan desa (komune). Secara ekonomis ternyata ini
semua gagal. Komune-komune ini menjadi satuan-satuan yang terlalu besar
dan tak bisa terurusi. Diperkirakan kurang lebih hampir 20 juta jiwa
penduduk Cina kala itu tewas secara sia-sia.
3. Adolf Hitler
Adolf Hitler (20 April 1889 – 30
April 1945) adalah Kanselir Jerman dari tahun 1933 dan Führer
(Pemimpin) (Reich ketiga) Jerman sejak 1934 hingga ia meninggal. Pada 2
Agustus 1934, ia menjadi diktator Jerman setelah Presiden Von Hindenburg
meninggal. Ia menyatukan jabatan kanselir dan presiden menjadi Führer
sekaligus menjadikan Nazi sebagai partai tunggal di Jerman. Ia juga
seorang Ketua Partai Nasionalis-Sosialis (National Socialist German
Workers Party atau Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei/NSDAP)
yang dikenal dengan Nazi. Nazi secara resmi dibubarkan setelah Jerman
kalah dalam Perang Dunia II yang besar karena sistem kediktatoran
Hitler. Hitler seorang orator yang berkharisma, Hitler merupakan salah
satu pemimpin yang paling berpengaruh di dunia.Ketika Perang Dunia II
akan berakhir, Hitler bunuh diri di bunker bawah tanah-nya di Berlin
bersama istrinya yang dinikahinya belum lama di dalam bunker, Eva Braun.
Nazi
Hitler
kemudian berkecimpung secara langsung dalam politik dan menjadi
pengurus Partai Buruh Jerman (bahasa Jerman: Deutsche
Arbeiterpartei/DAP) pada bulan Juli 1921. Hitler menggunakan kebolehan
berpidatonya untuk menjadi ketua partai. Dia kemudian menukar nama DAP
menjadi Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP) atau
partai Nazi.Pada tahun 1929 NSDAP menjadi pemenang mayoritas dalam
pemilihan umum di kota Coburg, dan kemudian memenangi pemilu daerah
Thüringen. Presiden Jerman masa itu, Paul von Hindenburg akhirnya
melantik Hitler sebagai Kanselir.
Hitler dan Teori Darwin
Teori
Darwin telah memasuki benak Hitler, bahkan meresap sampai ke tulang
sumsum. Hal ini amat terasa dalam bukunya Mein Kampf (Perjuanganku). Ia
menyamakan ras non-Eropa sebagai kera.
Dari dalam dirinya tumbuh
‘kekuatan’ yang mendapat inspirasi dari teori Darwin bahwa untuk
mempertahankan hidup manusia harus bertarung. Ia menerjemahkan impiannya
dengan menyerang Austria, Cekoslowakia, Perancis, Rusia, dll. Malah
terbersit nafsu menguasai seluruh dunia. Ia melansir konsep eugenetika
yang menjadi dasar pijakan pandangan evolusionis Nazi. Eugenetika
berarti ‘perbaikan’ ras manusia dengan membuang orang-orang berpenyakit
dan cacat serta memperbanyak individu sehat. Sehingga menurut teori itu,
ras manusia bisa diperbaiki dengan meniru cara bagaimana hewan
berkualitas baik dihasilkan melalui perkimpoian hewan yang sehat.
Sedangkan hewan cacat dan berpenyakit dimusnahkan.
Tak lama setelah berkuasa,
Hitler menerapkan teori itu dengan tangan besi. Orang-orang lemah
mental, cacat, dan berpenyakit keturunan dikumpulkan dalam ‘pusat
sterilisasi’ khusus. Karena dianggap parasit yang mengancam kemurnian
rakyat Jerman dan menghambat kemajuan evolusi, maka atas perintah
rahasianya, dalam waktu singkat mereka semua dibabat habis.
Masih dalam eforia teori evolusi
dan eugenetika, Nazi menghimbau muda-mudi berambut pirang bermata biru
yang diyakini mewakili ras murni Jerman biar berhubungan seks tanpa
harus menikah. Pada 1935, Hitler memerintahkan didirikannya
ladang-ladang khusus reproduksi manusia. Di dalamnya tinggal para wanita
muda yang memiliki ras Arya. Para perwira SS (Schutzstaffel) sering
mampir ke sana buat mesum dengan dalih eugenetika. Para bayi yang lahir
kemudian disiapkan menjadi prajurit masa depan ‘Imperium Jerman’.Menurut
Charles Darwin, karena ukuran tengkorak manusia membesar saat menaiki
tangga evolusi, maka di seluruh Jerman dilakukan pengukuran buat
membuktikan tengkorak bangsa Jerman lebih besar dari ras lain. Mereka
yang tak sebesar ukuran resmi, begitupun yang gigi, mata, dan rambut di
luar kriteria evolusionis langsung dihabisi.
Perang Dunia II dan Kejatuhannya
Pada
September 1939, Hitler menyerang Polandia dengan serangan taktik
blitzkrieg (serangan darat, udara secara kilat) mencapai kejayaan yang
mengejutkan musuh dan jenderalnya sendiri. Serangan terhadap Polandia
menyebabkan musuh-musuhnya Inggris dan Perancis menyatakan perang
terhadap Jerman, dengan itu dimulailah Perang Dunia II.
Pada masa Perang Dunia II, pihak
Inggris dipimpin oleh Sir Winston Churchill yang menggantikan Arthur
Neville Chamberlain yang jatuh akibat skandal serbuan Nazi ke Polandia
1939, Perancis yang dipimpin oleh Jendral Gamelin yang saat itu ditunjuk
sebagai komando tertinggi sekutu gagal menahan serangan kilat Jerman ke
Belgia dan Perancis, Perancis akhirnya dipimpin oleh Jenderal Charles
de Gaulle yang memimpin pasukan perlawanan Perancis pada masa
Pemerintahan Vichy, serta bantuan Amerika Serikat yang dipimpin Jendral
Eisenhower sebagai panglima mandala di Eropa meskipun sebelumnya Amerika
Serikat enggan terlibat pada perang yang sebelumnya dianggap sebagai
perang Eropa itu.
Setelah lama berperang dan
setelah mengalami kekalahan di setiap medan pertempuran, Hitler
menyadari bahwa kekalahan sudah tidak dapat dielakkan. Awal kekalahan
Hitler adalah saat menggempur Kota Kursk Uni Soviet dengan Operasi
Citadel, kekuatan Jerman terdiri dari 800.000 infanteri, 2.700 tank
lapis baja, 2.000 pesawat tempur dan dipimpin oleh Jenderal Erich Von
Manstein dan Jenderal Walther Models sedangkan kekuatan Uni Soviet
terdiri dari 1.300.000 infanteri, 3.600 tank, dan 2.400 pesawat tempur.
Rencana serangan ini telah diketahui secara detail oleh intelejen Uni
Soviet yang berada di Switzerland. Stalin pun langsung memerintahkan
tentaranya untuk membangun pertahanan kuat di kawasan Kursk. Di
pertempuran inilah banyak sekali tank - tank andalan Jerman dan Uni
Soviet hancur, diantaranya Tank Tiger, Panther, Elefant (Jerman) dan
Tank T-34, SU -152, dan KV -1.
Jerman mengalami pukulan
mematikan di Stalingrad serta Serangan pukulan sekutu di Normandia dan
gagal dalam Ardennes Offensive, yaitu serangan balasan yang dilakukan
tentara jerman atau Wehrmacht dan beberapa divisi panzer yang masih
tersisa dipimpin Jenderal Mantauffel pada saat musim salju untuk merebut
kembali Kota Antwerp di Belgia. Serangan ini berlangsung secara terseok
- seok dan berakhir gagal karena kurangnya pasokan logistik dan bahan
bakar untuk Panzer dari Jerman sehingga banyak panzer yang masih 'Fresh
from the Oven' seperti tank Tiger dan Panther teronggok di pinggir jalan
karena kehabisan solar.Hitler yang menyadari kejatuhannya sudah dekat
kemudian mengawini wanita simpanannya Eva Braun, kemudian bunuh diri
bersama-sama pada 30 April 1945. Jasadnya dibakar agar tidak jatuh ke
tangan musuh.
4. Idi Amin
Jenderal Idi Amin Dada Oumee
(Koboko, Uganda, sekitar tahun 1925–Jeddah, Arab Saudi, 16 Agustus
2003), yang juga dikenal dengan nama Idi Amin, adalah pemimpin diktator
militer di Uganda yang memerintah pada 25 Januari 1971- 13 April 1979.
Masa Berkuasa
Begitu
Idi Amin berkuasa, Uganda menjadi negara yang sangat terkenal di dunia
internasional. Pada bulan Agustus 1972, semua orang Asia berwarga negara
Inggris (60.000 jiwa) diberi waktu sembilan puluh hari untuk angkat
kaki dari Uganda. Tindakan ini bukan karena rasialisme, tetapi karena ia
ingin memberikan 'kemerdekaan yang sesungguhnya bagi rakyat Uganda'.
Yang kalang kabut tentu saja Inggris, yang para pejabatnya buru-buru
menghubungi Australia, Selandia Baru, dan negara-negara persemakmuran
Inggris lainnya untuk membicarakan penampungan, apalagi Kenya dan
Tanzania menolak memberikan penampungan terhadap para pengungsi. Sepuluh
hari kemudian ditetapkan aturan tambahan bahwa orang asing yang sudah
menjadi warga negara Uganda harus pergi dari Uganda.
Jumlahnya sekitar 23.000 jiwa.
Sudah tentu warga negara keturunan asing yang lahir di Uganda
kebingungan. Jika mereka pergi, status mereka adalah tanpa negara
(stateless). Ditambah lagi, India, Pakistan, dan Bangladesh (negara asal
mereka) menolak menerima kembali mereka. Ditambah pula dengan kebijakan
nasionalisasai perusahaan-perusahaan milik orang-orang Eropa di Uganda.
Idi Amin memang benar benar 'memusingkan banyak orang'. Akibat
keputusan ini, timbul krisis ekonomi parah di Uganda. Sekitar 90 %
perdagangan dan industrinya dikuasai orang-orang Asia. Orang Uganda
sendiri masih sangat agraris tradisional dan kurang kecakapan, modal,
dan ketrampilan. Sebenarnya, rencana pengusiran orang Asia sudah
direncanakan oleh Milton Obote karena dirasakan terlalu mencengkram
ekonomi Uganda, tetapi masih menargetkan waktu lima tahun, dengan alasan
mempersiapkan orang Uganda.
Pemerintahan Uganda sedemikian
kacaunya sehingga Komisi Hukum Internasional PBB melapor kepada sekjen
PBB saat itu, Kurt Waldheim pada tanggal 7 Juni 1974, yang isinya:
'Uganda adalah negeri tanpa hukum'. Salah satu puncak krisis adalah
minta suakanya Menteri Keuangan Emmanuel Wakheya ke Inggris karena tidak
tahan lagi terhadap keputusan ekonomi yang diambil oleh pemerintahan
rezim militer Idi Amin.
Di awal 1977, William Johnshon
menulis laporan kepada harian Bangkok Post yang isinya: 'Setelah empat
tahun berkuasa, Idi Amin telah mengubah kehidupan Uganda yang buruk.
Dulu negeri Uganda pengekspor teh dan kopi, namun karena sistem
administrasi dan transportasi yang buruk, ratusan karung kopi teronggok
di gudang menunggu diekspor, semetara puluhan ribu ton diselundupkan ke
Kenya. Uganda dulunya sebagai salah satu negeri tersubur di Afrika, kini
hasil pertanian begitu langkanya sampai penduduk kota menanam tebu dan
pisang. Sabun, gula, dan gandum diperlakukan seperti emas saking
langkanya. Sementara di pedesaan hasil panen begitu melimpah, penduduk
kota tidak dapat menikmati hasilnya. Lima tahun lalu beroperasi 298 bus
yang dijalankan pemerintah, kini cuma 11 yang masih jalan.'Pada bulan
April 1979, Idi Amin berhasil digulingkan oleh tentara nasionalis Uganda
yang dibantu Tanzania. Sebelumnya Idi Amin dengan bantuan Libya mencoba
menyerang Kagera, provinsi utara Tanzania.
Idi Amin akhirnya terbang
mengungsi ke Libya yang kemudian meminta suaka ke Jeddah, Arab Saudi
serta menetap di sana. Menurutnya, angka kematian 100.000 sampai 300.000
orang yang dianiya dan dibunuh adalah akibat kesalahan bagian
intelijen. Bahkan Biro Riset Nasional mengancam akan membunuhnya.
Menurut Amin, banyak hal-hal buruk yang disembunyikan ketika dia
berkuasa. Ketika dia tahu keberadaan biro itu, semua sudah terlambat.
Namun, semasa Amin belum jatuh,
David Martin dalam artikelnya di South China Morning Post membeberkan
bagaimana Idi Amin mengetahui sepak terjang oknum-oknumnya. Ia mengaku
tidak ingin jadi Presiden, tentaranyalah yang memintanya, namun mengenai
pengusiran orang Asia dia mengatakan, 'Mereka terlampau berkuasa dan
mencemooh kaum kami'.
Idi Amin mempunyai empat orang
istri. Istri pertamanya adalah Sarah atau Mama Malian yang dinikahinya
pada tahun 1958, yang kedua Kay, yang ketiga Norah, dan yang keempat
Medina, yang dinikahinya pada tahun 1971. Pada awal tahun 1974 ia
ceraikan tiga istrinya yang pertama sehingga tinggal Medina. Pada 1
Agustus 1975, ia menikah dengan Sarah, seorang pembalap pasukan berani
mati Angkatan Darat Uganda. Empat bulan kemudian, dia menikahi Babirye
putri seorang usahawan Uganda. Waktu itu Idi Amin sudah mempunyai 34
orang anak.Pada tanggal 20 Juli 2003, menjelang kematiannya di Rumah
sakit Raja Faisal di Jeddah, istrinya memohon kepada Presiden Uganda
Yoweri Museveni agar Idi Amin dikuburkan di negaranya, namun permintaan
ini ditolak. Idi Amin meninggal di Arab Saudi pada tanggal 16 Agustus
2003 dan dimakamkan di Jeddah.
Pada tanggal 17 Agustus 2003,
David Owen mengatakan dalam wawancara oleh Radio BBC bahwa ketika
menjabat sebagai Sekertaris Kementrian Luar Negeri Inggris (1977-1979),
dia memerintahkan agar Idi Amin dibunuh untuk mengakhiri rezim terorya.
Usulnya ditolak, namun alasan Owen adalah rezim Idi Amin sangatlah
buruk, sangat mengerikan bila dia dibiarkan berkuasa terlalu lama.
5. Pol Pot
Saloth Sar (19 Mei 1925 – 15
April 1998), lebih dikenal sebagai Pol Pot, adalah pemimpin Khmer Merah
dan Perdana Menteri Kamboja dari 1976 hingga 1979. Pemerintahannya
banyak disalahkan untuk kematian sekitar dua juta warga Kamboja, meski
perkiraan jumlahnya beragam.
Kamboja Demokratis
Pada
awal 1976 pihak Khmer Merah menahan Sihanouk dalam tahanan rumah.
Pemerintah yang ada saat itu segera diganti dan Pangeran Sihanouk
dilepas dari jabatannya sebagai kepala negara. Kamboja menjadi sebuah
republik komunis dengan nama 'Kamboja Demokratis' (Democratic Kampuchea)
dan Khieu Samphan menjadi presiden pertama.Pada 13 Mei 1976 Pol Pot
dilantik sebagai Perdana Menteri Kamboja dan mulai menerapkan perubahan
sosialis terhadap negara tersebut. Pengeboman yang dilakukan pihak AS
telah mengakibatkan wilayah pedesaan ditinggalkan dan kota-kota sesak
diisi rakyat (Populasi Phnom Penh bertambah sekitar 1 juta jiwa
dibandingkan dengan sebelum 1976).
Saat Khmer Merah mendapatkan
kekuasaan, mereka mengevakuasi rakyat dari perkotaan ke pedesaan di mana
mereka dipaksa hidup dalam ladang-ladang yang ditinggali bersama. Rezim
Pol Pot sangat kritis terhadap oposisi maupun kritik politik; ribuan
politikus dan pejabat dibunuh, dan Phnom Penh pun ikut berubah menjadi
kota hantu yang penduduknya banyak yang meninggal akibat kelaparan,
penyakit atau eksekusi. Ranjau-ranjau darat (oleh Pol Pot mereka disebut
sebagai 'tentara yang sempurna') disebarkan secara luas ke seluruh
wilayah pedesaan.
Pada akhir 1978, Vietnam
menginvasi Kamboja. Pasukan Kamboja dikalahkan dengan mudah, dan Pol Pot
lari ke perbatasan Thailand. Pada Januari 1979, Vietnam membentuk
pemerintah boneka di bawah Heng Samrin, yang terdiri dari anggota Khmer
Merah yang sebelumnya melarikan diri ke Vietnam untuk menghindari
penmbasmian yang terjadi sebelumnya pada 1954. Banyak anggota Khmer
Merah di Kamboja sebelah timur yang pindah ke pihak Vietnam karena takut
dituduh berkolaborasi. Pol Pot berhasil mempertahankan jumlah pengikut
yang cukup untuk tetap bertempur di wilayah-wilayah yang kecil di
sebelah barat Kamboja. Pada saat itu, Tiongkok, yang sebelumnya
mendukung Pol Pot, menyerang, dan menyebabkan Perang Tiongkok-Vietnam
yang tidak berlangsung lama. Pol Pot, musuh Uni Soviet, juga memperoleh
dukungan dari Thailand dan AS. AS dan Tiongkok memveto alokasi
perwakilan Kamboja di Sidang Umum PBB yang berasal dari pemerintahan
Heng Samrin. AS secara langsung dan tidak langsung mendukung Pol Pot
dengan menyalurkan bantuan dana yang dikumpulkan untuk Khmer Merah.
Jumlah korban jiwa dari perang
saudara, konsolidasi kekuasaan Pol Pot dan invasi Vietnam masih
dipertentangkan. Sumber-sumber yang dapat dipercaya dari pihak Barat
menyebut angka 1,6 juta jiwa, sedangkan sebuah sumber yang spesifik,
seperti jumlah tiga juta korban jiwa antara 1975 dan 1979, diberikan
oleh rezim Phnom Penh yang didukung Vietnam, PRK. Bapa Ponchaud
memberikan perkiraan sebesar 2,3 juta—meski jumlah ini termasuk ratusan
ribu korban sebelum pengambil alihan yang dilakukan Partai Komunis.
Amnesty International menyebut 1,4 juta; sedngkan Departemen Negara AS,
1,2 juta. Khieu Samphan dan Pol Pot sendiri, masing-masing menyebut 1
juta dan 800.000.
Pasca Pemerintahan Partai Komunis
Pol
Pot mundur dari jabatannya pada 1985, namun bertahan sebagai pemimpin
de facto Partai Komunis dan kekuatan yang dominan di dalamnya.Pada 1989,
Vietnam mundur dari Kamboja. Pol Pot menolak proses perdamaian, dan
tetap berperang melawan pemerintah koalisi yang baru. Khmer Merah
bertahan melawan pasukan pemerintah hingga 1996, saat banyak pasukannya
yang telah kehilangan moral mulai meninggalkannya. Beberapa pejabat
Khmer Merah yang penting juga berpindah pihak.
Pol Pot memerintahkan eksekusi
terhadap rekan dekatnya Son Sen dan sebelas anggota keluarganya pada 10
Juni 1997 karena mencoba mengadakan persetujuan dengan pemerintah (kabar
tentang ini tidak diketahui di luar Kamboja selama tiga hari). Pol Pot
lalu melarikan diri namun berhasil ditangkap Kepala Militer Khmer Merah,
Ta Mok dan dijadikan tahanan rumah seumur hidup. Pada April 1998, Ta
Mok lari ke daerah hutan sambil membawa Pol Pot setelah sebuah serangan
pemerintah yang baru. Beberapa hari kemudian, pada 15 April 1998, Pol
Pot meninggal - kabarnya akibat serangan jantung. Jasadnya kemudian
dibakar di wilayah pedesaan, disaksikan oleh beberapa anggota eks-Khmer
Merah.